Sekitar
45 menit van kami melaju menuju Ibu kota Iowa, Des Moines. Pukul 6
lebih sedikit, kami tiba di DSM International Airport. Meski matahari
telah bersinar, udara masih tetap menusuk. Angin pagi Iowa, membuat saya
menggigil.
Setelah semua barang diturunkan, kami segera chek in
untuk flight menuju Minnesota. Sebelumnya, kami mengucapkan salam
perpisahan kepada Jared dan Jessie, pengajar di IEOP yang telah
menyempatkan diri untuk mengantar kami hingga ke Des Moines. ‘Paman
Jessie’ lelaki datar yang mengatai dirinya sendiri sebagai pribadi yang
membosankan, tersenyum ke arah kami sesaat ketika kami hendak masuk ke
bandara.
Ah,
Jessie…bagaimanapun, saya tidak akan pernah lupa, ketabahannya menemani
dan menjaga kami selama trip di Chicago sebulan yang lalu.
Kami terbang ke Mineapollis sekitar pukul 8 pagi dengan menumpang Delta Airlines berukuran mini.
Di Mineapolis, kami harus menunggu cukup lama sebelum boarding
menuju Indonesia. Hmm, baguslah. Paling tidak, kami masih memiliki
beberapa jam di Amerika. Untuk membunuh waktu, saya menyempatkan
jalan-jalan disekitaran bandara. Pemandangan di luar bandara tidak
semenarik ketika datang dulu, tidak ada salju di luar sana. Ternyata
bandaranya memang gede (seperti perkiraan sebelumnya). Saya setengah
berharap dapat bertemu dengan artis seperti ketika datang dulu. Tengok
kiri kanan, saya tidak menemukan tanda-tanda Taylor Swift atau Rihanna
sedang jalan-jalan di St Paul. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali
bersama teman-teman di ruang tunggu. Ms. Xiong mengajak kami berfoto
satu persatu. Ia juga membagikan hadiah perpisahan. Coklat dan kartu
berisi kata-kata perpisahan.
****
Detik demi detik berlalu,
dan
tibalah saat itu, ketika panggilan untuk penumpang Delta Airlines kami
bergema, kami tahu, hanya dalam beberapa menit, kami tidak akan
melihat Ms.Xiong dan Amerika lagi (mungkin nanti dimasa depan, tetapi
bukankah kata ‘mungkin’ tidak selalu memberikan kepastian??).
Saat itulah puncak haru biru kami. Satu persatu, kami menyalami dan memeluk Ms.Xiong sambil berlinangan air mata.
Sungguh, momen itu adalah salah satu momen paling mengharukan sepanjang hidup saya. Saya tak akan lupa saat-saat terakhir bersama perempuan yang telah mendampingi kami selama dua bulan terakhir, menyayangi kami selayaknya anak sendiri. Alyssa Xiong, mungkin hanya dua bulan kami mengenalnya. Tetapi, dua bulan itu telah memberikan kamibanyak pelajaran berharga. Kata-katanya yang penuh motivasi,inspirasi,dan nasehat tak akan pernah kami lupakan hingga akhir hayat.
Sungguh, momen itu adalah salah satu momen paling mengharukan sepanjang hidup saya. Saya tak akan lupa saat-saat terakhir bersama perempuan yang telah mendampingi kami selama dua bulan terakhir, menyayangi kami selayaknya anak sendiri. Alyssa Xiong, mungkin hanya dua bulan kami mengenalnya. Tetapi, dua bulan itu telah memberikan kamibanyak pelajaran berharga. Kata-katanya yang penuh motivasi,inspirasi,dan nasehat tak akan pernah kami lupakan hingga akhir hayat.
Bila
saya ingat-ingat, adegan di bandara Mineapolis itu layaknya adegan
perpisahan di film2 yang sering saya tonton. Ada pelukan, ada tangis
dan air mata. Namun, diantara haru biru itu, disaat semua orang
menangis tersedu-sedu, salah seorang dari kami tidak nampak meneteskan
airmata, tidak sedih.
Sama sekali.
Orang
itu adalah Zamzami, bujang Aceh yang memang selalu nampak riang
gembira di segala situasi dan kondisi. Seperti biasa, ia selalu
tersenyum lebar dan nampak tak ada beban. Saya tak habis pikir,bagaimana
mungkin ia tidak bersedih di saat-saat terakhir kami di negeri paman
sam. Sambil tersenyum Zamzami hanya berkata (dengan logat melayunya
seperti biasa): “This is not the end, we will meet again, someday, Ms.Xiong”.
Grup kami pun dipanggil untuk segera boarding.
Kami berbaris satu-satu bersiap memasuki pesawat. Ms.Xiong mengawasi
kami sambil melambaikan tangan. Sesekali ia nampak terisak. Kami pun
demikian.
Beberapa penumpang lainnya melirik ingin tahu mengapa wajah kami coreng moreng dengan air mata dan nampak sebegitu sedihnya. Dalam hati saya berguman “Kalian hanya tidak pernah ikut IELSP, dan tidak pernah tahu bagaimana rasanya ketika semuanya berakhir”
Beberapa penumpang lainnya melirik ingin tahu mengapa wajah kami coreng moreng dengan air mata dan nampak sebegitu sedihnya. Dalam hati saya berguman “Kalian hanya tidak pernah ikut IELSP, dan tidak pernah tahu bagaimana rasanya ketika semuanya berakhir”
Dan
ketika waktu nya untuk masuk ke pesawat telah tiba, saya kembali
menoleh kearah Ms.Xiong. Ia masih melambai dan tersenyum. Seiring dengan
langkah kaki kami perlahan, senyum hangatnya hilang dari pandangan.
Saya kembali terisak.
***
***
Beberapa menit kemudian, Delta Airlines mulai
bergerak dan bersiap lepas landas. Semakin lama, semakin cepat. Dari
kaca pesawat, saya memandangi langit Amerika. Hari itu mendung.
Semendung hati kami.
Perlahan..roda-roda pesawat terasa mulai beranjak naik.
Dan dalam sekejap, Delta Airlines menderu mengangkasa...
membawa kami pulang, kembali ke dekapan Ibu Pertiwi…..
membawa kami pulang, kembali ke dekapan Ibu Pertiwi…..
Selamat tinggal, Paman….I promise to see you again
Comments
Post a Comment