"Aku mau bunuh diri"
Sebuah SMS masuk di inboxku sore itu, dari Delia, sahabatku. Aku yang sedang sibuk mengerjakan laporan akhir bulan sontak terkejut membacanya. Segera ku tekan nomor telepon Delia. Tak diangkat.
Kucoba sekali lagi tetap tidak diangkat.
Kuputuskan untuk mengiriminya SMS
" Kebun Mawar, sekarang!"
***
Langit sore itu berwarna kelabu. Mendung telah lama menggantung di atas sana. Awan cummulunimbus yang bergulung-gulung seakan memberi kabar bahwa air langit tak lama lagi akan tumpah. Namun, meski hujan akan segera mengguyur, Kebun Mawar masih tetap ramai seperti hari biasanya, kebanyakan oleh muda mudi. Ada yang jogging, bermain bola, bersepeda, belajar, atau hanya sekedar duduk-duduk di tepi danau , menghayal atau mungkin sedang galau.
"Jadi apa maumu?" tanyaku pada Delia
"Mati" Jawabnya hampa
"Gila, kamu pikir mati itu enak?"
"Sama saja kan hidup juga ga enak"
"Delia plis deh, hanya karena kau tidak lulus jadi PNS, lalu kau ingin bunuh diri?
Delia menoleh, menatapku tajam.
"Hanya??Kau tau kan? ini sudah ke 7 kalinya aku gagal! 7 kali Anti ,7 kalii!! hanya aku, satu-satunya honorer yang tidak lulus di kantor sialan itu. Kurang apa aku? aku sudah mengabdi bertahun-tahun, aku sudah belajar sebaik-baiknya, tapi hasilnya???NOL!
Aku menghela napas panjang.
"Belum Del, belum saatnya....
"Trus kapan??kapan saatnya? 50 tahun lagi?atau nanti aku sudah mati?
"Delia...sabar....
"Sabar?SABAR katamu?! Delia meraung, membuat beberapa orang muda-mudi di sekitar danau, menoleh ke arah kami.
"Sttt.."bisikku, sedikit malu.
"Kurang sabar apa aku? Sudah selama ini, bekerja dengan gaji honorer pas-pasan, apa itu bukan sabar?Sabar itu ada batasnya Antiii!
"Sabar itu ga ada batasnya, kalau ada batasnya itu bukan sabar"
Delia diam sejenak. Sekelompok anak SD bermain bola di hadapan kami. tertawa-tawa, nampak begitu gembira.
"Ya..ya..ya tertawalah kalian, kalian pikir hidup akan terus seindah bermain di taman ini?" Delia berkomentar pelan dan sinis.
" Apaan sih kamu? nih minum dulu," aku menyodorkan sebotol air mineral kepada Delia. "Percayalah Del, semuanya akan indah pada waktunya"
"Tuhan tidak adil! Tuhan pilih ka.....
Bukkk! Sebuah bola hasil sepakan seorang bocah berbaju timnas Indonesa menghantam wajah Delia.Gadis itu meraung kesakitan dan....... murka.
" SIALAN!! AWAS KALIAN YAAA!!!!
Bocah berbaju timnas itu nampak ketakukan. Begitu pula teman-temannya. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata "Ma-ma-af, t-tan-te" dengan terbata-bata.
Wajah Delia merah padam. Antara menahan marah dan menahan perih. Dipungutnya bola kaki itu dan dilemparkannya sekuat tenaga ke arah danau.
"AMBIL ITU! RASAIN!" Delia meringis kesakitan tapi masih sempat tersenyum jahat
Anak itu ternganga menatap bolanya yang melayang ke arah danau. Secepat kilat ia berbalik berusaha mengejarnya. Aku melihat tulisan di belakang kaosnya 'GONZALES'
Hihi, Delia baru saja mendapat sebuah sepakan hebat dari seorang Gonzales yang fenomenal
"Sakit ya del?" meski rasa-rasanya akan tertawa, aku berusaha menunjukkan sikap empati kepada sahabatku itu.
"Anak-anak siall!!" makinya sambil mengusap-usap pipinya yang memerah.
"Ehm,,itu tadi teguran loh. Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya, jadi karena kamu berpikir Allah itu pilih kasih, maka itulah yang terjadi. See? Kita berdua duduk tepat di depan si bocah Gonzales, bola itu bisa saja kena ke aku, tapi yang ada, ia melenceng beberapa senti, ke arah kamu.hihi
Delia mendelik sebal ke arahku
"Hidup benar-benar tidak adillllllllllllll!!!
"Adil kok"
Masih mengusap-usap pipinya, ia berkata "Kamu liat si Fina, dia baru tes CPNS sekali dan langsung lulus. kamu tau kan kapasitasnya? jauhh di bawah kita. Dia juga ga pernah solat, paling hanya lebaran doang, Tapi kenapaa?? Kenapa rejekinya begitu mudah,haa??!
" Dia rajin bersyukur kali, ga suka mengeluh"
"Maksud kamu?Aku suka mengeluh.BEGITU?" Delia nampak tersinggung.
"Aku ga bilang loh, kamu sendiri yang bilang kan?" sahutku kalem.
Delia mendengus kesal. Aku diam saja sambil asyik memperhatikan bocah berbaju Gonzales itu berusaha mengambil bolanya yang 'nyemplung' ke danau dibantu oleh teman-temannya. Baju mereka sudah penuh lumpur. Tapi mereka nampaknya tidak peduli.
" Del, hidup ini memang ga berjalan seperti apa yang kita inginkan, tapi percayalah rencanaNya pasti selalu lebih baik dari keinginan kita. Mungkin rejeki kamu bukan jadi PNS, mungkin nanti kamu bisa sukses jadi pegawai bank atau BUMN lain"
"yeah mungkin...." ketus Delia sinis.
"Sabar..sabarlah.."
"Capek aku dengar kata sabarmu"
"Sabarlah dengan sabar yang baik,
"Hoh, sabar yang seperti apa itu? Ajari aku dong" Delia tersenyum mengejek
"Sabar yang tidak mengeluh, sabar yang tak menyalahkan Tuhan"
"Kamu emang pintar ngomong ya?oh tentu saja, hidup kamu kan enak, sejahtera, kamu cantik, banyak yang naksir ga kayak aku,tua dan masih nganggur"
Aku menghela nafas panjang. Menghadapi orang seperti Delia, memang harus ekstra sabar. Ekstra sabar yang baik.
" Del, kamu lupa ya kalo aku anak yatim piatu? kamu lupa kalo kamu lebih beruntung dari aku? kamu hidup di tengah-tengah keluarga yang lengkap, ga perlu susah-susah mencari uang untuk membiayai sekolah. Kebutuhanmu terpenuhi sedari kecil, sementara aku? Ayah dan ibuku saja aku tak tahu siapa. Kalau ada yang harus menyalahkan Tuhan, harusnya itu aku bukan kamu"
Delia diam saja, Matanya fokus ke satu arah, menatap tajam bocah Gonzales yang akhirnya berhasil mendapatkan bolanya kembali. Sangat jelas Delia kurang senang dengan keberhasilan itu. Masih ada kilatan dendam di matanya.
"Rejeki itu sudah ditetapkan, percayalah, kita hanya perlu berusaha, bersabar dan bersyukur"
Delia mendengus."Tau ah' dengan seenaknya ia melemparkan botol air mineralnya.
Tiba-tiba seorang wanita meneriakinya "Buat saya saja neng"
Aku dan Delia terperanjat lalu menoleh ke arah sumber suara. Seorang wanita berusia sekitar 50an akhir. Pakaiannya compang-camping, jilbab nya lusuh. Kakinya pincang dan matanya buta sebelah. Ia menyeret sebuah karung yang entah berisi apa. Sambil terseok-seok wanita itu memunguti botol air mineral tersebut. Baru kali ini aku melihatnya di sini, di Kebun Mawar.
"Masih ada lagi neng?" tanyanya penuh harap
"Eh, eng, buat apa bu? tanya Delia heran
"Buat makan neng, mbok jual kalo sudah terkumpul banyak. Lumayan kan"
"Oh, eh, ga ada lagi bu,cuma satu"
Wanita itu nampak kecewa. Tanpa berkata apa-apa, ia ngeloyor pergi begitu saja seraya menyeret-nyeret karungnya. Di sebuah bak sampah ia berhenti, mengais-ngais isinya, berharap bisa mendapatkan botol-botol bekas air mineral.
"Masih belum mau bersyukur?"
Aku beranjak meninggalkan Delia yang masih menatap wanita tua itu.
Langit mulai gelap, air langit mulai turun perlahan...
Sebuah SMS masuk di inboxku sore itu, dari Delia, sahabatku. Aku yang sedang sibuk mengerjakan laporan akhir bulan sontak terkejut membacanya. Segera ku tekan nomor telepon Delia. Tak diangkat.
Kucoba sekali lagi tetap tidak diangkat.
Kuputuskan untuk mengiriminya SMS
" Kebun Mawar, sekarang!"
***
Langit sore itu berwarna kelabu. Mendung telah lama menggantung di atas sana. Awan cummulunimbus yang bergulung-gulung seakan memberi kabar bahwa air langit tak lama lagi akan tumpah. Namun, meski hujan akan segera mengguyur, Kebun Mawar masih tetap ramai seperti hari biasanya, kebanyakan oleh muda mudi. Ada yang jogging, bermain bola, bersepeda, belajar, atau hanya sekedar duduk-duduk di tepi danau , menghayal atau mungkin sedang galau.
"Jadi apa maumu?" tanyaku pada Delia
"Mati" Jawabnya hampa
"Gila, kamu pikir mati itu enak?"
"Sama saja kan hidup juga ga enak"
"Delia plis deh, hanya karena kau tidak lulus jadi PNS, lalu kau ingin bunuh diri?
Delia menoleh, menatapku tajam.
"Hanya??Kau tau kan? ini sudah ke 7 kalinya aku gagal! 7 kali Anti ,7 kalii!! hanya aku, satu-satunya honorer yang tidak lulus di kantor sialan itu. Kurang apa aku? aku sudah mengabdi bertahun-tahun, aku sudah belajar sebaik-baiknya, tapi hasilnya???NOL!
Aku menghela napas panjang.
"Belum Del, belum saatnya....
"Trus kapan??kapan saatnya? 50 tahun lagi?atau nanti aku sudah mati?
"Delia...sabar....
"Sabar?SABAR katamu?! Delia meraung, membuat beberapa orang muda-mudi di sekitar danau, menoleh ke arah kami.
"Sttt.."bisikku, sedikit malu.
"Kurang sabar apa aku? Sudah selama ini, bekerja dengan gaji honorer pas-pasan, apa itu bukan sabar?Sabar itu ada batasnya Antiii!
"Sabar itu ga ada batasnya, kalau ada batasnya itu bukan sabar"
Delia diam sejenak. Sekelompok anak SD bermain bola di hadapan kami. tertawa-tawa, nampak begitu gembira.
"Ya..ya..ya tertawalah kalian, kalian pikir hidup akan terus seindah bermain di taman ini?" Delia berkomentar pelan dan sinis.
" Apaan sih kamu? nih minum dulu," aku menyodorkan sebotol air mineral kepada Delia. "Percayalah Del, semuanya akan indah pada waktunya"
"Tuhan tidak adil! Tuhan pilih ka.....
Bukkk! Sebuah bola hasil sepakan seorang bocah berbaju timnas Indonesa menghantam wajah Delia.Gadis itu meraung kesakitan dan....... murka.
" SIALAN!! AWAS KALIAN YAAA!!!!
Bocah berbaju timnas itu nampak ketakukan. Begitu pula teman-temannya. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata "Ma-ma-af, t-tan-te" dengan terbata-bata.
Wajah Delia merah padam. Antara menahan marah dan menahan perih. Dipungutnya bola kaki itu dan dilemparkannya sekuat tenaga ke arah danau.
"AMBIL ITU! RASAIN!" Delia meringis kesakitan tapi masih sempat tersenyum jahat
Anak itu ternganga menatap bolanya yang melayang ke arah danau. Secepat kilat ia berbalik berusaha mengejarnya. Aku melihat tulisan di belakang kaosnya 'GONZALES'
Hihi, Delia baru saja mendapat sebuah sepakan hebat dari seorang Gonzales yang fenomenal
"Sakit ya del?" meski rasa-rasanya akan tertawa, aku berusaha menunjukkan sikap empati kepada sahabatku itu.
"Anak-anak siall!!" makinya sambil mengusap-usap pipinya yang memerah.
"Ehm,,itu tadi teguran loh. Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya, jadi karena kamu berpikir Allah itu pilih kasih, maka itulah yang terjadi. See? Kita berdua duduk tepat di depan si bocah Gonzales, bola itu bisa saja kena ke aku, tapi yang ada, ia melenceng beberapa senti, ke arah kamu.hihi
Delia mendelik sebal ke arahku
"Hidup benar-benar tidak adillllllllllllll!!!
"Adil kok"
Masih mengusap-usap pipinya, ia berkata "Kamu liat si Fina, dia baru tes CPNS sekali dan langsung lulus. kamu tau kan kapasitasnya? jauhh di bawah kita. Dia juga ga pernah solat, paling hanya lebaran doang, Tapi kenapaa?? Kenapa rejekinya begitu mudah,haa??!
" Dia rajin bersyukur kali, ga suka mengeluh"
"Maksud kamu?Aku suka mengeluh.BEGITU?" Delia nampak tersinggung.
"Aku ga bilang loh, kamu sendiri yang bilang kan?" sahutku kalem.
Delia mendengus kesal. Aku diam saja sambil asyik memperhatikan bocah berbaju Gonzales itu berusaha mengambil bolanya yang 'nyemplung' ke danau dibantu oleh teman-temannya. Baju mereka sudah penuh lumpur. Tapi mereka nampaknya tidak peduli.
" Del, hidup ini memang ga berjalan seperti apa yang kita inginkan, tapi percayalah rencanaNya pasti selalu lebih baik dari keinginan kita. Mungkin rejeki kamu bukan jadi PNS, mungkin nanti kamu bisa sukses jadi pegawai bank atau BUMN lain"
"yeah mungkin...." ketus Delia sinis.
"Sabar..sabarlah.."
"Capek aku dengar kata sabarmu"
"Sabarlah dengan sabar yang baik,
"Hoh, sabar yang seperti apa itu? Ajari aku dong" Delia tersenyum mengejek
"Sabar yang tidak mengeluh, sabar yang tak menyalahkan Tuhan"
"Kamu emang pintar ngomong ya?oh tentu saja, hidup kamu kan enak, sejahtera, kamu cantik, banyak yang naksir ga kayak aku,tua dan masih nganggur"
Aku menghela nafas panjang. Menghadapi orang seperti Delia, memang harus ekstra sabar. Ekstra sabar yang baik.
" Del, kamu lupa ya kalo aku anak yatim piatu? kamu lupa kalo kamu lebih beruntung dari aku? kamu hidup di tengah-tengah keluarga yang lengkap, ga perlu susah-susah mencari uang untuk membiayai sekolah. Kebutuhanmu terpenuhi sedari kecil, sementara aku? Ayah dan ibuku saja aku tak tahu siapa. Kalau ada yang harus menyalahkan Tuhan, harusnya itu aku bukan kamu"
Delia diam saja, Matanya fokus ke satu arah, menatap tajam bocah Gonzales yang akhirnya berhasil mendapatkan bolanya kembali. Sangat jelas Delia kurang senang dengan keberhasilan itu. Masih ada kilatan dendam di matanya.
"Rejeki itu sudah ditetapkan, percayalah, kita hanya perlu berusaha, bersabar dan bersyukur"
Delia mendengus."Tau ah' dengan seenaknya ia melemparkan botol air mineralnya.
Tiba-tiba seorang wanita meneriakinya "Buat saya saja neng"
Aku dan Delia terperanjat lalu menoleh ke arah sumber suara. Seorang wanita berusia sekitar 50an akhir. Pakaiannya compang-camping, jilbab nya lusuh. Kakinya pincang dan matanya buta sebelah. Ia menyeret sebuah karung yang entah berisi apa. Sambil terseok-seok wanita itu memunguti botol air mineral tersebut. Baru kali ini aku melihatnya di sini, di Kebun Mawar.
"Masih ada lagi neng?" tanyanya penuh harap
"Eh, eng, buat apa bu? tanya Delia heran
"Buat makan neng, mbok jual kalo sudah terkumpul banyak. Lumayan kan"
"Oh, eh, ga ada lagi bu,cuma satu"
Wanita itu nampak kecewa. Tanpa berkata apa-apa, ia ngeloyor pergi begitu saja seraya menyeret-nyeret karungnya. Di sebuah bak sampah ia berhenti, mengais-ngais isinya, berharap bisa mendapatkan botol-botol bekas air mineral.
"Masih belum mau bersyukur?"
Aku beranjak meninggalkan Delia yang masih menatap wanita tua itu.
Langit mulai gelap, air langit mulai turun perlahan...
Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa)[1] di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya[2].
Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). - See more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-hud-ayat-6-16.html#sthash.yoLi1J4P.dpuf
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak
(bernyawa) di bumi ini melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia
mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya; Semua (tertulis) dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) “ (Hud:6)
(*Berdasarkan kisah nyata, dengan sedikit perubahan pada
dialog, nama tokoh dan nama tempat ;p)
Comments
Post a Comment