Seperti yang kita dengar tentang Amerika bahwa waktu adalah sesuatu yang krusial. Time is Money. Orang Amerika sangatlah menghargai waktu.
Sebagai
orang Indonesia, kita kenal betul tabiat masyarakat kita. Soal waktu,
kita dikenal dan mengenal diri kita sendiri sebagai penganut jam karet.
Kita tak bisa memungkiri hal itu sebab kenyataannya memang
demikian (meski tidak semua orang Indonesia demikian).
Selama di AS saya
selalu berusaha untuk be on time dan mengikuti ritme kehidupan a la
Amerika. Saya malu bila datang terlambat ke kelas. Bukan karena
apa, tapi karena selama di AS, saya dan teman-teman bukan hanya
merepresentasikan diri kami secara individu tetapi juga citra bangsa
kami,Indonesia sebab ketika kami melakukan sesuatu yang tidak
menyenangkan, bukan hanya nama kami yang dipertanyakan tapi asal muasal
kami juga akan terbawa-bawa. Saya sadar betul hal itu. Oleh sebab itu,
selama program IELSP ini, saya sebisa mungkin untuk tetap menjaga nama
baik bangsa dengan tidak melakukan hal yang 'malu-malu'in.
Namun,
kebiasaan jam karet yang sudah mendarah daging ini, tetap juga
terbawa-bawa dalam kehidupan saya di AS. Pernah suatu kali, saya dan
teman-teman hendak menghadiri suatu event mahasiswa di Memorial Union.
Global Gala kalau tidak salah namanya. Dalam acara itu, akan ada
pementasan dari mahasiswa-mahasiwa dari berbagai negara. Saya dan beberapa teman janjian untuk pergi selepas magrib. Acaranya dijadwalkan akan dimulai pukul 8 malam. Sepulang
kampus pukul 5 sore, saya menyempatkan diri untuk tidur sejenak (agenda wajib,hoho). Saking
mengantuknya, saya terbangun nanti pukul setengah 8 malam. Teman saya
dari apartemen sebelah telah mengetuk pintu kamar saya berkali-kali.
Setelah kaget saya buru-buru mengganti pakaian (tidak perlu mandi karena
saya sama sekali tidak berkeringat sebab udara diluar masih dingin
menusuk). Dalam sekejap saya siap. Lalu bergegas ke apartemen teman saya
di apartemen No 8. Ketika tiba disana, rupanya teman saya, Fik dan Alina
masih tengah berdandan. Malam itu mereka mengenakan kebaya dan batik.
Saya juga mengenakan batik berwarna coklat yang dipadu dengan celana
jeans dan sepatu boot warna hitam. Kami mengecek jadwal bus, bus
berikutnya akan tiba di halte Edenburn Dr pukul 8.45. Opss! Harusnya
kami berangkat dengan bus sebelumnya yakni bus pukul 7.45, namun
karena saya telat bangun, dan teman-teman saya masih bersiap-siap, mau
tidak mau kami harus menunggu bus berikutnya. Walhasil ketika kami tiba
di Memorial Union, acara Global Gala itu hampir selesai. Hanya sekitar
15 menit kami disana dan acara pun selesai. Saya menyesalll banget kala
itu. Belum habis penyesalan saya, tiba-tiba teman saya, Luqman berkata
bahwa jadwal bus terakhir yang melewati halte terdekat akan tiba pukul
10.00 am. Saya melirik jam, OMG! Kurang 5 menit lagi pukul sepuluh.
Sementara kami harus berjalan menuju halte Cyride terdekat di depan
UDCC. Dibutuhkan waktu beberapa menit untuk berjalan ke sana. Maka kami
berlari secepat kami bisa agar tidak ketinggalan bus.
Malam itu,
ditengah dinginnya udara kota Ames dan di antara gedung-gedung Iowa
State University, saya dan teman-teman berlarian sambil tertawa-tawa,
menertawakan nasib kami yang apes banget malam itu. Beberapa orang teman
sampai kehabisan napas gara-gara berlari. Sementara itu Luqman dan
Yusuf (yang larinya paling kencang) telah tiba di halte. Setiba disana,kami mendapati
halte kosong melompong, rupanya bus terakhir telah lewat.
Fiuhhhh...sia-sia sudah kami berlarian ditengah malam.
Udara Ames
semakin menusuk-nusuk, dan meski saya membawa jaket dan memakai boot,
saya lupa membawa gloves (sarung tangan). Brrr...kedingingan tentu saja.
'Menggelandang'tengah malam di Ames
Di
tengah udara Ames yang menggigit, kami hanya bisa saling berpandangan.
Bus terakhir telah lewat dan kami tidak tahu harus naik apa untuk bisa kembali ke Schilletter Village, kompleks apartemen kami. Saking putus asanya, kami nyaris
menelpon teman Amerika kami, Ian serta supervisor kami, Ms.Xiong untuk menjemput kami di kampus. Namun niat tersebut segera kami urungkan sebab tidak mau merepotkan orang lain.
Dalam
kegalauan dan kepekatan malam, salah seorang teman, Anggie kalau tidak
salah, menyarankan agar kami pulang jalan kaki. Beberapa teman tidak
setuju selain karena lokasinya cukup jauh, lagipula udara Ames benar-benar tidak
bersahabat malam itu. Entah minus berapa. Selain itu, berkeliaran malam-malam di Negeri
Paman Sam sama sekali bukan ide yang bagus, mengingat keselamatan kami
sebagai foreigner.
Ames sunyi dan senyap apalagi ditengah malam seperti
ini. Saya baru saja mau mengiyakan saran Anggie tersebut (dalam hati
saya berkata, "kapan lagi saya bisa jalan malam-malam di negeri orang
bareng teman-teman seperti ini, pasti seru") ketika tiba-tiba
terpikir oleh psikopat(saya agak-agak parno dengan psikopat) yang
berkeliaran malam-malam seperti yang kerap saya tonton di film
Hollywood, maka saya langsung mengurungkan niat untuk mendukung
pendapat Anggi. Masih dalam kekalutan, Luqman mengecek kembali jadwal
Cyride. Dan thanks God, rupanya ada bus bernama Moonlight Cyride yang
beroperasi tengah malam. Nampaknya bus ini diperuntukkan bagi mereka
yang pulang kemalaman dan ketinggalan bus terakhir seperti kami. Tapi
kami harus menelpon bus tersebut agar mereka tahu dimana posisi kami.
Gaswatnya tidak ada satupun dari kami yang memiliki telpon selular
selama di Ames. Dalam gundah gulana bercampur geli, kami menengok ke
bangunan bernama Union Drive Community Center (UCDD), tempat kami makan
siang setiap hari yang berada tepat didepan kami. Di lantai bawah
terdapat telpon umum. Kami berharap telpon itu dapat dipakai tanpa harus
membeli kartu. Maka bergegaslah kami ke UDCC sambil berdoa semoga pintu
masuknya gak dikunci, dan memang tak terkunci.(Fiuhh#ngelap ingus).
UDCC nampak lengang, tak ada seorangpun di bangunan berlantai 3 itu.
Seluruh karyawannya telah pulang. Kami langsung mencoba telpon umum yang
terpasang didinding UDCC. Berhasil! Telpon diangkat oleh pihak Cyride
dan mereka berkata bahwa mereka akan menjemput kami pukul 11.00 am di
depan Memorial Union. Maka bergegaslah kami ke halte depan MU.
Malam
semakin larut, Ames semakin lengang. Kami berdiri sambil menunggu Cyride
penyelamat kami di depan Campus Books Store. Segerombolan pemuda
berkulit hitam lewat didepan kami sambil tertawa-tawa, salah seorang
dari mereka menyapa kami bahkan langsung merangkul salah seorang teman
saya, saya lupa siapa, Jali atau Yusuf sambil tertawa-tawa dan ngomong
ngaco, sepertinya mabuk. Saya dan beberapa teman cewek lain langsung
pucat. Waduh,,jangan sampai kami diapa-apain sama mereka. Dari jidat
sudah jelas kami adalah pendatang. Teman saya (yang entah Jali atau
Yusuf) masih tetap tenang sambil berusaha merespon si bule item dengan
ramah, kemudian si bule pergi..Fiuhhh,,,lega.
Kehidupan
malam di AS memang agak menakutkan, terlebih bila kau adalah
pendatang.Itulah mengapa kami disarankan oleh Supervisor kami, Alyssa
Xiong untuk tetap stay di apartemen bila malam tiba.
Sambil
menunggu Cyride, saya memperhatikan para muda-mudi yang lewat ada yang
berjalan kaki dan ada yang naik mobil sambil tertawa-tawa sembari
menyetel musik sekeras-kerasnya.
Akibat tidak on time
Saat sedang menunggu Cyride, beberapa pemuda berwajah Melayu mendekat ke arah kami. Salah seorang teman saya langsung menyapa. "Are you Malaysian?".
Mereka mengangguk dan ikut bergabung bersama kami. Rupanya ke tiga
pemuda itu juga baru pulang dari Global Gala, dan tanpa antisipasi seperti kami, mereka juga
ketinggalan bus terakhir sehingga kebingungan mo naik apa pulang ke apartment. Kami
menjelaskan kondisi kami dan menawarkan mereka untuk ikut naik Cyride
'penyelamat'. Mereka pun langsung sumringah luar dalem.
Pukul 11 tepat Cyride penyelamatpun tiba. Kamipun selamat.
Sejak
saat itu saya semakin sadar, bahwa jangan sekali-sekali bermain main
dengan waktu bila tinggal di negeri Paman Sam. Bila tidak on time, silahkan terima akibatnya.
Comments
Post a Comment