Membaca kisah Trinity tentang
betapa susahnya ngomong bahasa Inggris dengan para Chinesse sedikit
menggelitik memori saya. Waktu di Iowa, saya punya beberapa kenalan
orang China asli tanpa bahan pengawet, alias China
yang emang berasal dari tanah leluhurnya di China Daratan sana. Bukan
China peranakan yang banyak kita temui di Indo sebagai pemilik toko A
dan toko B. Rupanya, di Iowa State ada banyak sekali mahasiswa Asia
terutama yang berasal dari China. Mereka seperti orang China pada
umumnya: bermata sipit, berkulit kuning, modis,(nampak) tajir, punya gadget-gadget terbaru dan selalu bergerombol dengan sesamanya. katakanlah, Eksklusif!.
Hampir di semua kelas IEOP, saya pasti sekelas dengan para mahasiswa
China ini. Paling banyak adalah di kelas Writing dimana sebagian besar
studentnya adalah mereka, hanya saya, Ocu. Luqman dan William yang
bukan Chinesse. Saya sempat kaget dan bertanya-tanya dalam hati "Ni gue
di Amrik apa di China yah?? scara kemana mata memandang, pasti ada
mereka.
Awalnya saya agak segan untuk bertegur sapa dengan mereka di kelas. Apalagi kalo bukan karena ke'ekslusifan' mereka.
Bila berhadapan dengan orang non-China mereka pendiammmm banget,
sedikit terkesan sombong, tapi kalo lagi ngumpul dengan sesamanya, buset
dah, nyerocos bla..bla..bla.. pake bahasa mandarin sampai-sampai dosen
saya, Mark Callison harus memberikan 'Surat Peringatan' agar lebih
tertib dan sopan di dalam kelas. Saya ingat betapa kesalnya Ocu ketika
para Chinesse ini mulai ngobrol (dengan bahasa mandarinnya) disela-sela
jam pelajaran. Saya jadi geli sendiri ngeliat desye cemberut sambil
mengumpat dalam bahasa Indonesia. Hihi..
Tetapi
hal itu justru membuat saya ingin mengenal para Chinesse ini lebih
dekat. Jujur, saya rada penasaran dengan 'tabiat' para Chinesse yang
begitu ekslusif ini. Saya ingat sebuah pesan di film favorit saya kala
masih anak-anak, Petualangan Sherina, katanya kalo kita mau menilai
seseorang itu, kita harus mengenalnya lebih dekat agar kita tau sebab
musababnya kenapa ia bersikap/bertingkah seperti itu. Maka saya pun
mendekati para Chinesse itu. Orang yang pertama kali saya dekati adalah
Vivian.
Dengan SKSD tingkat dewa, saya mengajaknya ngobrol dannnnn...*glek* bahasa Inggrisnya parah.
Whoaa..rupanya benar kata orang selama ini. orang China itu paling
susah ngomong Bahasa Inggris. Tapi Vivian masih oke bila dibandingkan
beberapa teman lainnya yang asli bikin saya harus pasang kuping
baik-baik bila lagi ngomong dengan mereka. Bahkan tidak jarang saya
meminta mereka menuliskan or mengeja kata yang mereka ucapkan agar bisa
memahami maksud dari perkataaannya. Di kelas Grammar saya juga punya
beberapa orang teman Chinesse yang parah banget ngomong bahasa Inggris.
Pernah suatu kali, Kim, salah satu diantara Chinesse students di kelas
itu, melayangkan sebuah pertanyaan tentang penggunaan past perfect tense
kepada Marc, dosen grammar saya.
"Marc..keng yu ekspleng ..ai kongfusa,wengwi yuza dise? wateede difelenge witee plesent pelfeke??
Marc hanya bisa melongo mendengarkan pertanyaan Kim, dan memintanya untuk mengulangi, sekali, dua kali, bahkan sampai tiga kali.
Saya,
Dhama dan Lyla harus menggit bibir untuk tidak tertawa. Bukan.. bukan
karena mengetawai Kim,tapi ekspresi pak Marc saat Kim bicara itu
benar-benar kocak abis. Tidak jarang, kami harus membantu Marc untuk
mengartikan apa yang dikatakan Kim (bahasa Inggris Kim adalah yang
paling parah diantara para Chinessemate saya). Kata Vivian hal inilah
yang membuat mereka malu bila harus berbicara dengan bule ato
International student lainnya. Jadi, mereka akan lebih memilih diam
sehingga terkesan sombong dan angkuh. Saya pun manggut-manggut.
Mahfum.*elus-elusjenggotyangtidakada
Mostly Chinesse students yang kuliah di negara-negara western pasti memiliki dua nama. Nama asli dan nama palsu
panggilan. Hal itu dipicu oleh ketidaktegaan mereka melihat para bule
dan international student lainnya kesulitan mengeja nama mereka.
Seperti Vivian (yang nama aslinya Xinyu Wei), Gwyneth (saya tidak tau
nama aslinya) atau John (saya juga tidak tau). Ide yang bagus menurut
saya.
My writing class |
Bye the way,
ternyata para Chinesse ini gak seburuk perkiraan saya sebelumnya.
mereka oke dan asyik juga diajak ngobrol. Rupa-rupanya nama Indonesia di
China cukup familiar. John, teman saya di kelas Speaking langsung
nyeletuk' Taufik Hidayat!' waktu saya ngobrol soal badminton dengan dia
(saya balas:'Lin dan!'). Saya juga kerap berdiskusi seru dengan Graven
dan John. Saling bertukar informasi tentang negara masing-masing.
Lucunya, saya pernah membaca tentang Kanibalisme di China dimana ada
orang-orang tertentu yang suka makan sup orok (yaik!). Pada Graven dan
Vivian saya mengkonfirmasi hal itu.
"You guys know about that??"
"You guys know about that??"
Mereka saling berpandangan dengan tatapan bingung, sebelum menjawab
"Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
"Noooooo....' bersamaan. " It's so yuckyyyy! Bagaimana bisa? di mana itu?? " tanya Graven.
dalam hati saya berujar.. "Yeeeee...yang Chinesse sapa, yang ditanyain sapa'. ckckc
Saya lupa kalo China itu luas.
Comments
Post a Comment